Kamis, 12 Juli 2012

Nge-blog lagi - Pilkada Jakarta

Weh, udah berapa hari ga posting lagi nih.. hehe :D

hmm.. cerita apa ya? :-/. Oh, ya. kemarin warga (yang punya KTP) Jakarta, mengikuti pemilu pilkada, yap pemilihan kepala daerah. Hayo, kemarin pilih siapa?.. hmm..?!

Pendapat pribadi soal-menyoal kepala daerah, menurutku, alangkah lebih baik sebuah daerah dipimpin oleh orang asli daerah tersebut. Kenapa?. Karena orang asli satu daerah pasti lebih cinta terhadap daerah asalnya dibanding kaum pendatang, itu perkiraanku. Karena di sana adalah tumpah darah pertama (ciye elah dikata perang, hehe :D ). Bukan begitu, maksudnya biar bagaimana pun daerah tersebut sudah seperti bagian dari tubuhnya, jadi pasti lebih menjaga dan punya (setidaknya niat) sesuatu yang dikerjakan untuk memanjukan daerah asalnya.

Bagaimana dengan Jakarta?. Hmm.. aku rasa untuk kota satu ini patut mendapat pengecualian. Kenapa?! karena Jakarta bukan hanya ibukota propinsi tapi juga ibukota negara. Jadi, aku tak mempermasalahkan dari manapun asal calonnya.

Ada 2 kandidat yang belum juga melihat profilnya, sudah saya coret dari pilihan yang akan kupilih.

1. Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli

Kenapa?. Kalau Ramli sendiri aku kurang tahu siapa dia, tapi melihat pasangannya Fauzi Bowo, jelas ini sudah aku blacklist lebih dulu. Alasannya ya, slogan yang tahun lalu yang diusung; "Serahkan pada ahlinya", nyatanya bagaimana? ahlinya apa tuh?. hehe :D

2. Jokowi - Ahok

Alasannya, Jokowi kan masih menjabat jadi Walikota Solo, kenapa dia ikut mencalonkan diri padahal masa baktinya belum juga selesai. Ditambah lagi dia belum mengundurkan diri. Memang itu tidak bertentangan dengan jam dinasnya. Akan tetapi, menurutku, dengan statusnya masih seperti ini, bagaimana jika dia sudah menjabat sebagai Gubernur DKI?. Apa ketika ada pemilihan kepala daerah di daerah lain dia akan berlaku seperti sekarang; belum habis masa bakti sudah pindah ke kota lain?!. who knows!
Memang harus kuakui dia sudah membantu Solo lebih baik, yaitu yang dikenal dengan "Mobil Esemka"-nya. Ini belum terjadi di daerah lain. Salut!.
Tapi tetap saja, perlakuannya terhadap kota Solo dengan ke Jakarta, ada rasa yang kurang sreg-lah buatku.

Jadi tinggal 4 yang tersisa. hehe :D siapa yang kupilih?. Rahasia. :p

Tetapi melihat hasil kemarin, jika yang maju kandidat terkuat, Foke Vs. Jokowi. Aku lebih baik memilih Jokowi dibanding Foke. Alasannya, ya. Lihatlah Jakarta kemarin selama Foke menjabat!. Ada apa dengan Jakarta?! Masih sama sebelum Foke menjabat, kan?!. Kecuali BKT.

Yang pasti siapapun nantinya yang jadi Gubernur Jakarta, doa warga pasti sama. Mudah-mudahan Jakarta menjadi lebih baik, khususnya dua hal masalah yang paling penting. Macet dan banjir bisa teratasi, setidaknya berkuranglah. :D

Salam untuk Jakartaku, Jakartamu, Jakarta kita semua. Siap menuju putaran ke-2. :)

Selamat pagi, Jakarta.

12 Juli 2012

Hamdi Yahya

Rabu, 04 Juli 2012

Masalah waktu?!

"Tinggal masalah waktu!", 

Pernahkah mendengar kalimat seperti itu?


Kalau aku, ya, pernah. Sekarang yang jadi pikiranku -kalau cuma tinggal masalah waktu- kenapa ya, waktu tak pernah sadar-sadar juga kalau dia itu jadi masalah. hahaa. #ngaur.

Kenapa juga kita mesti berkata atau sekedar mendengar kalimat tadi. Apa kalimat tersebut luapan emosi dari kepasrahan atau semacam apa?. Mungkinkah disebabkan oleh rasa lelah yang amat sangat berat dan begitu lama akan penantian atau yang diharapkan tak muncul-muncul?. 

Ya, kurasa demikian.

Yang paling mengesalkan ketika kita sedang meminta kepastian dari seseorang tapi jawabannya hanya sebatas, "Ya, kita jalani saja dulu, (kepastiannya) tinggal masalah waktu saja". #KAMPRET.

Intinya buatku orang-orang yang berkata demikian bukanlah orang-orang yang berserah diri/pasrah dengan keadaan hari esok. Tetapi orang-orang yang penakut untuk memutuskan sesuatu dan lebih takut lagi mempertanggung jawabkannya. Karena masalah bukanlah pada waktu, tapi pada dirimu sendiri. Apa yang akan kau lakukan hari ini dan kemudian sebaiknya diputuskan dengan cermat dan cepat. Dengan begitu kalian tahu apa yang mesti kalian lakukan dan sadar diri bahwa kalian masih di jalur yang sesuai keinginan kalian.

Sekian untuk postingan kali ini.

Selamat pagi!.

Jakarta, 4 Juli 2012

Senin, 02 Juli 2012

Cemburu di Facebook

Seperti apa rasanya, ya?.

Mungkin seperti hulu sungai yang tak menemu hilir. Bagaimana bisa?. Ya, itu dia!. Bagaimana bisa terjadi?.
Aku hanya bisa merasakan tanpa tahu sebabnya. Karena itu aku diam-diam saja. Tak berucap-tak mengadu. Barangkali nantinya kau menyadari kecemburuanku, pikiran yang sia-sia.

Sebenarnya yang lebih patut dipertanyakan yaitu, dimana akhir "aliran air" jika hulu tak menemu hilir?. Seperti itu pula pertanyaanku tetang cintaku padamu.

Jakarta, 2 Juli 2012 ; 11:15 AM

Hamdi Yahya

Ceritanya; Cerita Malamnya

Hah! Cerita malam yang bingung untuk kutanggapi seperti apa baiknya. Aku mesti bagaimana ya?!. Aku tak mengerti. Selalu. Kau ini berpikir sebagaimana pikirku?. Aku tahu kau hanya ingin cerita. Ya, cerita tentang sahabatmu itu. Sahabat yang kunilai lebih dari semestinya sebuah persahabatan. Dalam arti, aku cemburu.

Itu benar!. Aku cemburu. Hmm, mungkin bukan cuma cemburu. Suatu perasaan yang lebih dari cemburu. Yang kurasai tapi tak kutemukan kata yang pas untuk menggantikan perasaanku itu. Sesak di dadaku selalu timbul saat kau bicarakan tentangnya. Mengerti?, Ah! tentu saja kau tidak mengerti. Kalau kau mengerti mengenai perasaanku ini tentu saja kau sudah berhenti berbicara soal dia. Nyatanya tidak, kan?!.

Sekarang, ceritanya sahabatmu - yang slalu kau ceritakan - seorang yang kau rasakan lebih dekat dengannya dibandingkan aku, dia sedang mencampakkanmu. Mencampakkan?. Kukira itu berlebihan. Apa istilahnya.. MENGABAIKAN. Ya, mungkin sedikit lebih baik. Tapi jelas itu hanya "penghalusan" saja. Justru yang membikin kau kecewa. Sangat, katamu. Dengan segala ucapmu -menyambung kekecewaan itu- kau enggan lagi menyapa atau mengenalnya. Menyesal mengenal, jelasmu.

Begini pendapatku, bagaimana pun cemburunya aku. Kekinya aku melihat kalian, bahkan aku mengetahui langsung dari kata-katamu mengenai kedekatanmu dengannya, lebih dekat dibandingkan denganku. Bagaimanapun rasa sakit yang benar-benar tak kuduga rasanya sedemikian pahit, aku tetap tak suka kalau kau membenci hanya karena seseorang mengabaikanmu. Kau dan kekecewaanmu justru membuatmu mengabaikan apa yang pernah kalian alami, kalian lewati, keberbagian cerita-cerita, apa yang mesti dikenang diantara kau dan dia. Dan aku tak suka itu. Betapapun sesaknya dada ini atas kedekatan kalian.

Kau tahu, aku tak pernah bisa membenci hanya karena marah atau kecewa atas sikap ataupun keputusan/pilihan seseorang. Itu sebabnya aku masih tetap dalam kehidupanmu meskipun kau telah memutuskan meninggalkanku dan memilih laki-laki lain, yang tak lain masih ada garis kekeluargaan denganmu. Pada saat itu aku terima segala keputusanmu. Walau ada yang ingin kusampaikan (mungkin untuk mengubah pikiranmu pada saat itu) yaitu, "Kau mungkin mengenalnya sejak kecil, tapi kau tidak tumbuh dan berkembang bersama. Bagaimana bisa kau yakin sebegitu cepat sementara aku bersamamu (yang kurasa) lebih lama secara berturut dibanding dia?"

Jadi, begini saja menurutku, kau cukup berhenti menyoal tentangnya. Tak perlu berkata ini-itu; menghapus ingatan, menyesali perkenalan, apalah guna itu semua. Nikmati saja. Ada masa pertemuan, pasti akan ada masa perpisahan. Ada waktu kebersamaan, ada waktunya ketidakbersamaan.

Kesimpulannya; 

"Hargailah pilihan/keputusan seseorang. Lihatlah dari sudut pandang mereka, maka kau akan menemukan praduga alasan-alasan yang bisa kau terima dan maklumi kenapa mereka memilih dan bertindak demikian".
Semoga kau paham!.

Jakarta, 2 Juli 2012

Hamdi Yahya
Twitter : @ahyahamdiyahya

Kamis, 28 Juni 2012

Pejalan Semu

Yah, barangkali dengan menulis sesuatu kita bisa melepaskan "suatu rasa sesak" di dada.

Lis, sudah kubilang berkali persimpangan memang begitu. Hanya untuk bertemu kemudian berlalu. Bukan untuk saling kenal bagi pejalan sial seperti kita.

"Kita cukup mengingat dan mencatat percakapan. Tak perlu menjumlah almenak mengukur jarak berapa lama dan panjang untuk pertemuan berikutnya".


Begitulah sebaik-baiknya yang bisa kita lakukan.

[Jakarta, 28 Juni 2012]